Senin, 03 Desember 2012

Peran Apoteker di Industri Farmasi ( Part 3 : Problem Solving )















 
 Lanjutan dari tulisan sebelumnya .....

      Hari ini kita akan mengupas tentang problem solving dari permasalahan yang bisa muncul di industri farmasi. Kategori permasalahan dalam industri farmasi dapat di bagi menjadi 2 bagian: (berdasarkan apa yang saya ketahui saja ya )

1. Kategori Teknis 
    a. Mesin
    b. Formula


2. Kategori Non Teknis
    a. karyawan
    b. komunikasi

     mari kita bahas satu persatu...

 1. Kategori teknis :

      a. mesin 

         Hal yang terpenting dari masalah yang timbul dari mesin adalah jadwal perawatan mesin. Banyak dari pengalaman saya bahwa jadwal perawatan mesin ini, terlewati karena kapasitas dari mesin itu sudah lebih dari 100%. Jika jadwal perawatan mesin ini sering terabaikan maka resiko jalannyajadwal produksi akan berantakan.

        Misalkan saja mesin cetak, jika jadwal perawatan motor tidak dilakukan, maka resiko jika dilewati jadwal perawatan ini akan mengakibatkan mesin akan berhenti lebih lama jika dibandingkan dengan meluangkan waktu untuk jadwal perawatan mesin. Untuk perbaikan jika terjadi kerusakan pada mesin biasanya 5-6x waktunya lebih lama dibandingkan waktu perawatan mesin.

        Oleh karena itu harus punya jadwal perawatan mesin dengan interval waktu tertentu sesuai dengan kapasitas mesin. Selain itu juga hal yang terpenting yang harus diketahui dalam hal jadwal perawatan mesin adalah tidak ada keharusan jika suatu jadwal perawatan mesin sudah disetting 3 bulan sekali, maka seumur hidup akan dilakukan dalam interval waktu 3 bulan itu. Interval jadwal perawatan mesin dapat menjadi lebih pendek, jika beban pada mesin yang bersangkutan meningkat baik dalam hal jumlah dan juga jenis material yang akan menggunakan mesin itu.

       Ilustrasinya jika mesin A mempunyai interval jadwal perawatan mesin setiap 3 bulan sekali untuk produk A, B, dan C, terus pada tahun berikutnya jumlah produk A dan B menaik jumlahnya menjadi 2 kali lipat dan juga di tambah produk D yang karakteristiknya berbeda ( lebih lengket atau lebih keras ) dari produk sebelumnya, maka jadwal interval perawatan mesin itu dapat dikurangi menjadi setaip 1,5-2  bulan atau bahkan setiap 1 bulan. Penentuan pengurangan interval waktu ini diperoleh berdasarkan hasil percobaan dari karakteristik bahan terhadap mesin.


    b. Formula

        Masalah formula ini berbeda antara pabrik yang satu dengan pabrik yang lainnya. Ada yang mempunyai kelonggaran dalam bereksperimen asal produk yang dihasilkan masih sesuai dengan regulasi yang ada. Pabrik yang satunya lagi sangat strik dengan formula yang ada, artinya jika terjadi sesuatu dengan produk yang bersangkutan, maka yang salah bukan formulanya tapi ke arah prosesnya.

        Hal ini masuk akal, jika memang dari batch-batch sebelumnya tidak bermasalah. Sehingga jadi pertanyaan kenapa batch yang berikutnya bermasalah. Akan tetapi berbeda halnya jika memang sejak awal produk itu bermasalah, tapi kita tidak ada wewenang untuk merubahnya, dalam artian proses ke arah perubahannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Masalah timbul adalah selama proses menunggu persetujuan itu, produk yang bermasalah itu tetap turun dan diproduksi. Inilah yang kadang tidak membuat betah jika bekerja di industri farmasi. Bayangkan selama itu pula kita yang bertanggung jawab terhadap akan merasa tidak enak jika produk yang dihasilkannya bermasalah terus.

       Tulisan ini akan mengulas lebih dalam dimana seorang apoteker diberi "keleluasaan" dalam mengatasi masalah yang timbul dengan ilmu yang dimilikinya. Dalam masalah formula yang bisa muncul adalah:
        b.1. Capping
        b.2. Sticking
        b.3. Low hadrness ( kekerasan kurang )
        b.4. High Friability

 b.1. Capping adalah masalah yang timbul pada saat pencetakan dimana tablet terbelah menjadi 2 bagian yang satu sama lain hampir sama terbelahnya. Biasanya terbelah dibagian atas tengah dan bawahnya nya.



      1. Capping ini bisa erjadi karena beberapa faktor: karena dies yang dipakai sudah tidak sama lagi
          dibagian diameter atas dan bawahnya. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan membalik dies
          yang ada. Kadang juga cara ini tetep tidak berhasil. Jika cara ini tidak berhasil maka yang harus di
          cek adalah Lost on Dryingnya ( LoD ). LoD yang rendah dapat memicu terjadinya capping ini.
                Jika LoD sudah dinaikkan masih capping, maka kemungkinan pembasah atau pengikatnya kurang
          dari formula tablet itu. Untuk mengetahui pembasah kurang atau tidak sebenarnya ada cara
           mengetahuinya pada saat proses granulasi. setelah pembasahan, sebelum proses pengeringan
          dimulai.
                Granul yang sudah terbasahi dilihat kegempalan granul yang basah. Jika diremas sama
          tangan granul itu tidak langsung buyar, tapi dalam bentuk bongkahan-bongkahan kecil, maka itu
          sudah dapat dikatakan cukup. Jika belum maka larutan pembasah atau pengikatnya harus ditambah
          sampai dihasilkan granul yang berbongkah jika diremas. Untuk validasinya dapat dilihat ketika mesin
          diberhentikan berapa torque (tahanan) impeller yang tercatat pada mesin. Selanjutnya untuk
          mengetahui bahwa granul yang terbsahai sudah bagus dapat dilihat dari nilai torque impeller.

b.2 . Sticking adalah menempelnya bagian atas atau bawah tablet pada bagian punch.
            Sticking bisa diakibatkan oleh :
         1. LoD yang terlalu tinggi
         2. Punch yang berembos tajam atau punch yang lapisan chromnya tipis
         3. Kurang fase luar yang berfungsi sebagai pelincir.


       
        Untuk LoD dapat ditentukan dari hasil validasi proses, pada LoD berapa tablet tidak akan sticking ketika akan dicetak. Selain itu flowing udara pada saat di Fluid bed Dryer harus cukup untuk bisa mengangkat keseluruhan granul agar tingkat pengeringan yang merata. terkadang jika tidak merata proses dryingnya,  pada waktu pengecekan LoD, nilainya mencukupi tetapi tetap masih sticking.
     
        Punch yang memiliki embos yang cukup tajam juga akan mengakibatkan granul terperangkap pada bagian yang tajam pada embos. Maka salah satu solusinya adalah dengan menumpulkan bagian yang berembos. Selain itu lapisan chrom juga sangat berpengaruh terhadap sticking jika memang zat aktif yang digunakan cenderung lengket pada punch.

      Jika LoD dan punch sudah dicoba masih tetap sticking, kemungkinan yang terakhir adalah kurangnya fase luar sebagai pelincir pada saat pencetakan. Fase luar yang biasa digunakan untuk mencegah sticking pada tablet adalah Mg Stearate. Mekanisme pemberian fase luar ini bisa diblending pada tahap final mixing atau bisa juga di tambahkan pada tahap pencetakan dengan sistem spraying sesaat sebelum dicetak.
Jumlah Mg stearate yang dapat ditambahkan jika terjadi sticking sebesar 0,5 sampai 1 % dari berat total bulk yang siap dicetak. Konsekswensinya bobot tablet di up bobot juga sesuai dengan Mg Stearate yang ditambahkan.  

b.3 Low hardness adalah gejala yang mirip dengan gejala capping, tetapi tablet tidak terbelah menjadi dua. hal yang menyebabkan hal ini biasanya diakibatkan kurangnya pengikat ( binder ) pada formulanya. jika secara jumlah sudah cukup, mungkin jenis pengikatnya yang harus diganti dari jenis pengikat yang lebih kuat, namun tetap harus diperhatikan waktu hancurnya.

b.4 High friablity. friability yang tinggi akan bermasalah pada atahap proses coating. Dimana tablet yang dicoating dibagian pinggirian tablenya akan terlepas. Yang mengakibatkan bobot tablet berkurang dan juga dari segi penampilan tidak enak untuk dilihat.

Selain masalah yang saya sebutkan diatas yang terjadi pada saat proses pencetakkan ada juga masalah yang terjadi pada saat granulasi, filling kapsul, filling softgel, coating, kemas primer dan kemas sekunder....Untuk item yang ini akan dibuat pada tulisan tersendiri ya.....


2. Faktor Non Teknis

     Faktor non teknis ini lebih disebabkan sesuatu yang berada diluar masalah-masalah yang disebutkan diatas. Karyawan dan komunikasi adalah faktor yang sangat berpengaruh pada masalah-masalah yang timbul di departemen produksi. Bisa dibayangkan jika jadwal produksi yang tersusun rapih bisa jadi kacau jika ada beberapa karyawan yang tidak masuk.  Ditambah jika karyawan lain tidak bisa menggatikan karyawan tersebut pada mesin tertentu.

    Oleh karena itu diawal pembentukan formasi karyawan atau formasi karyawan sudah tersedia, maka harus dibuat matrix karyawan. Karyawan mana saja yang bisa menjalankan lebih dari satu mesin dan mana saja yang belum bisa. Karyawan yang baru bisa satu mesin harus segera dibuatkan jadwal training untuk bisa mesin yang lain yang posisinya mesin itu belum banyak yang menguasai.

    Paling cepat proses training memakan waktu 1-2 bulan, ada yang lebih cepat dari itu tergantung dari karyawan yang bersangkutan ketika development di tempat baru. Selain itu karyawan yang bisa lebih dari 2 atau 3 mesin harus diberikan apresiasi. Meskipun apresiasi itu kecil yang terpenting bahwa operator yang menguasi mesin lebih banyak akan merasa dihargai. Syukur jika bisa diberikan reward. Hal ini untuk mengeluarkan segala kemampuan yang dimilikinya.

    Bayangkan jika kita pemilik perusahaan, pasti akan senang jika karyawannya pintar menguasi beberapa mesin. Sehingga jika ada yang tidak masuk boisa dirolling sesuai dengan skala prioritas dari produk yang harus segera ada.

   Komunikasi juga memerankan peranan yang sangat vital dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap hasil kerjanya. Jika komunikasi hanya terjadi satu arah saya, maka tingkat kenyamanan orang bekerja akan terganggu. Apalagi jika kita sebagai atasan jangan sering marah-marah dan tidak mengapresiasi karyawan yang telah berkontribusi.

   Motivasi dan keterbukaan pada karyawan pun terhdap apa yang terjadi didalam pabrik farmasi akan menimbulkan pemahaman yang sama dan menyeluruh. Alih-alih karyawan tidak saling bertanya dan berspekulasi terhadap apa yang akan terjadi malah akan perasaan memiliki terhadap perusahaan akan semakin meningkat dengan motivasi dan keterbukaan ini.

    Selain itu jika kita sebagai pemimpin harus menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Kemampuan kita menganalisa kemampuan dan kemauan karyawan terhadap satu bidang pekerjaan, akan menghasilkan hasil yang optimal dari karyawan yang bersangkutan.


Tulisan ini masih jauh dari sempurna ...bagi teman-teman yang ingin menambahkan silahkan comment dibawah tulisan ini...semoga bermanfaat bagi apoteker yang akan berkarir di industri farmasi.....
     







 

Peran Apoteker di Industri Farmasi ( Part 2 : Manajemen Produksi )

     Lanjutan dari tulisan sebelumnya.....

     Setelah kita mengetahui sifat kita cocok atau tidak dengan  departemen produksi...maka kita melangkah ke apa yang harus kita ketahui tentang manajemen produksi....

 

     Hal yang paling penting dalam kiprah Apoteker di departemen produksi adalah tentang manajeman produksi, yange meliputi:

1. Mengetahui kapasitas dan jenis mesin,
2. Mengetahui kapasitas beban produksi
3. Mengetahui kapasitas dari satuan jenis sediaan.
3. Mengetahui kapasitas sumber daya manusia (SDM).

      Mari kita kupas satu persatu point-point diatas
.
1. Kapasitas dan jenis mesin.

      Point ini menjelaskan bahwa seorang apoteker yang bertugas mengawasi jalan proses produksi harus memiliki data tentang kapasitas dan jenis mesin yang berada di departemennya.Salah satu cara untuk mengetahui jenis mesin dan kapasitas yang dimiliki kita dapat melihatnya di manual book dari mesin yang bersangkutan. Jika waktu tidak cukup dapat kita menanyakan ke operator senior atau teknisi yang berada di pabrik kita, tetapi tetap harus dicross check dengan manual book. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan informasi yang holistik dari jenis dan kapasitas mesin yang kita gunakan.
      Hal terpenting yang yang harus kita ketahui adalah maksimal dari kapasitas mesin yang terpakai adalah 80%. Sebenarnya bisa dipaksakan menjadi 85-95 % kapasitas mesin yang tertera pda manula book, akan tetapi resiko life time dari mesin akan berkurang secara signifikan. Misal dengan pemakaian 80% dari kapasitas mesin, life time dari mesin bisa mencapai 20 tahun. Jika pemakaian dipaksakan menjadi 85-95% life time mesin tersebut menjadi berkurang sampai dibawah 15 tahun atau bahkan lebih cepat lagi.
      Setelah kita mengetahui kapasitas mensin, jenis mesin juga harus kita ketahui untuk bisa mengetahui jenis mesin apa yang cocok dengan karakteristik bahan dan jenis sediaan yang akan kita pakai. Misal jenis mesin A cocok untuk granulasi kering, mesin B cocok untuk granulasi basah, dan mesin C bisa digunakan untuk kedua jenis granulasi diatas.


2.Kapasitas beban produksi

    Untuk mengetahui kapasitas beban produksi diperoleh dari jumlah forecast yang masuk dari departemen Production Planning dan Inventory Control (PPIC). Kapasitas beban produksi ini bisa dibagi menjadi beberapa interval waktu. Bisa mingguan, 2 mingguan atau bulanan. Kapasitas beban produksi ini biasanya pada bulan berjalan sebisa mungkin tidak ada perubahan, untuk menghindari perubahan pada jadwal produksi yang sedang berjalan.
   
    Mengetahui kapasitas beban produksi ini sangat penting untuk mengetahui apakah di produksi bisa jalan dengan shift normal, ataukah perlu dilakukan mekanisme shift. Hal ini bergantung pada jumlah beban produksi yang ditanggung pada interval waktu tertetntu itu dan juga berhubungan dengan kapasitas dari satuan jenis sediaan yang muncul pada forecast bulan itu.

3. Kapasitas dari satuan jenis sediaan .

    Yang dimaksud dengan kapasitas satuan jenis sediaan artinya, kita punya standar waktu yang diperlukan oleh suatu produk dari mulai cleaning, setting, running, sampai proses selesai dari salah satu jenis mesin sesuai dengan alur prosesnya. Misalkan produk A di mesin granulasi 1, dibutuhkan waktu cleaning 1 jam, waktu setting 0,5 jam, waktu running sesuia dengan validasi proses selama 4 jam. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk produk A di mesin proses 1 adalah 4,5 jam.

    Standar waktu ini harus dimiliki oleh setiap satuan jenis sediaan dan pada setiap mesin yang dilalui oleh jenis sediaan itu. Misalkan produk A diatas:

   Total di mesin proses 1 adalah 4,5 jam.
   Total di mesin proses 2 adalah 6 jam,
   Total di mesin proses 3 adalah 5 jam.
   Total produk A membutuhkan waktu proses 15,5 jam.

Jadi setiap jenis mesin tertentu harus ada kapasitas waktu dari satuan jenis sediaan yang akan dibuat.

Nah dari ketiga kapasitas diatas kita dapat membuat apa yang dinamakan dengan Rough Chart Capasity Plan atau sering disingkat dengan RCCP. Dalam RCCP ini memuat data kapasitas total waktu yang dimiliki oleh setiap jenis mesin selama interval waktu tertentu, kapasitas dari jenis satuan sediaan dan juga kapasitas beban kita selama interval waktu tersebut.

Untuk memudahkan, berikut adalah ilustrasi RCCP departmen produksi:

Misal kita mendapatkan forecast sebanyak 3 jenis sediaan/ produk ( @ 10 batch ) selama 1 bulan.

Mesin Proses 1 kapasitas waktu 1 shift ( 8 jam ) dengan 20 hari kerja = 8 jam x 20 hk = 160 jam
Mesin Proses 2 kapasitas waktu 1 shift ( 8 jam ) dengan 20 hari kerja = 8 jam x 20 hk = 160 jam
Mesin Proses 3 kapasitas waktu 1 shift ( 8 jam ) dengan 20 hari kerja = 8 jam x 20 hk = 160 jam

Produk 1 ( ada 10 batch ):
Mesin proses 1 : 5 jam x 10 = 50 jam
Mesin proses 2 : 6 jam x 10 = 60 jam
Mesin proses 3 :  4 jam x 10 = 40 jam

Produk 2 ( ada 10 batch ):
Mesin proses 1 : 6 jam x 10 = 60 jam
Mesin proses 2 : 8 jam x 10 = 80 jam
Mesin proses 3 :  7 jam x 10 = 70 jam

Produk 3 ( ada 10 batch ):
Mesin proses 1 : 5 jam x 10 = 50 jam
Mesin proses 2 : 6 jam x 10 = 60 jam
Mesin proses 3 :  5 jam x 10 = 50 jam

Total Mesin proses 1 = 50 + 60 + 50 = 160 jam
Total Mesin proses 2 = 60 + 80 + 60 = 200 jam
Total Mesin proses 3 = 40 + 70 + 50 = 160 jam

Dari hitungan ini, makan mesin proses 1 dan 3 cukup jalan 1 shift saja, tetapi untuk mesin proses 2 dibutuhkan 200 jam ( dari kapasitas mesin 1 shift 1 bulan 160 ), makan untuk itu 2 minggu di bulan tersebut harus dibuat 2 shift.

Nah itu gambaran singkat dari RCCP departmen produksi, sehingga kita tahu akan jalan berapa shift dari masing-masing mesin proses berdasarkan kapasitas beban dari PPIC dan juga kapasitas dari jenis satuan sediaan.
 

  4. Kapasitas sumber daya manusia

    Setelah kita mengetahui ketiga kapasitas diatas, baru kita bisa menghitung berapa jumlah orang yang kita butuhkan.Dari contoh diatasm misalkan:
1. mesin proses 1 membutuhkan 4 orang
2. mesin proses 2 membutuhkan 2 orang
3. mesin proses 3 membutuhkan 1 orang.

       Total orang yang kita butuhkan adalah 7 orang. Akan tetapi ingat pada 2 minggu di bulan tersebut untuk di mesin proses 2 harus diadakan long shift. ( 12 jam ). Tetapi jika misalkan saja mesin proses 2 membutuhkan waktu 320 jam ( dari total awal 160 jam ), maka dibutuhkan 2 shift di mesin proses 2, yang notabene akan membutuhkan sdm sebanayak 2 org  x 2 shift = 4 orang.

       Hal yang harus diperhatikan dikapasitas orang ini adalah keahlian dari sdm-sdm yang direkrut. Sebisa mungkin sdm-sdm yang direkrut ini harus minimal bisa 2 mesin yang berbeda, sehingga jika terjadi salah seorang sdm tidak masuk dapat digantikan posisinya oleh sdm yang lain. Training-training secara personal maupun dalam sebuah group sangat membantu dalam proses produksi.

      Kesimpulan diatas menunjukkan bahwa yang terpenting seorang apoteker dalam berkiprah pertama kali di bagian departemen produksi suatu industri farmasi adalah pengetahuan akan manajemen produksi, strategi produksi, managemen waktu dan manajemen sdm. Ilmu-ilmu teknis tentang problem pada saat granulasi, pencetakan, coating, pengemasan adalah hal selanjutnya yang harus dikuasai setelah ilmu tentnag manajemen produksi ini...

      Sekian ulasan tentang peranan apoteker di industri farmasi part 2 yang membahas tentang manajemen produksi. Tulisan selanjutnya part 3 akan membahas tentang hal teknis dalam proses produksi yang menyangkut tentang permasalahan-permasalahan yang timbul dalam proses produksi.....

     Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya....